MAKALAH
MENGATASI SISWA SERING BOLOS
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
……………………………………………………...
|
i
|
||
DAFTAR ISI
………………………………………………………………..
|
ii
|
||
BAB I PENDAHULUAN
………………………………………………….
|
1
|
||
1.1
|
Latar Belakang Masalah
…………………………………………
|
1
|
|
1.2
|
Rumusan Masalah ………………………………………………..
|
2
|
|
1.3
|
Tujuan Penulisan
…………………………………………………
|
2
|
|
1.4
|
Manfaat penulisan
………………………………………………..
|
3
|
|
BAB II PEMBAHASAN
…………………………………………………..
|
4
|
||
2.1
|
Pengertian Membolos
……………………………………………
|
8
|
|
2.2
|
Faktor-faktor Penyebab Siswa
Membolos ……………………….
|
8
|
|
2.3
|
Akibat yang Ditimbulkan Oleh
Siswa yang membolos ………….
|
13
|
|
2.4
|
Peran dan Fungsi Bimbingan
dan Konseling Dalam Mengatasi Siswa yang Membolos …………………………………………...
|
14
|
|
2.5
|
Solusi
…………………………………………………………….
|
17
|
|
BAB III PENUTUP ………………………………………………………..
|
18
|
||
3.1
|
Kesimpulan
………………………………………………………
|
18
|
|
DAFTAR PUSTAKA
………………………………………………………
|
19
|
BAB
I
PENDAHULUAN
I.I
Latar Belakang Masalah
Kenakalan
siswa merupakan suatu bentuk perilaku siswa yang menyimpang dari aturan
sekolah. Kenakalan siswa banyak macamnya. Salah satunya ialah membolos atau
masuk tidak teratur. Membolos disebut kenakalan remaja karena membolos sudah
merupakan perilaku yang mencerminkan telah melanggar aturan sekolah.
Kata
“BOLOS” sangat populer dikalangan pelajar atau siswa baik di sekolah dasar atau
di tingkat menengah. Dari beberapa survei, jumlah siswa yang membolos
pada jam efektif sekolah hanya sedikit dibandingkan dari jumlah siswa yang
tidak membolos, terlepas sekecil apapun dari jumlah tersebut harus menjadi
perhatian bagi institusi yang bernama sekolah, karena apabila disikapi dengan
cuek bebek, tidak tertutup kemungkinan yang kecil akan menjadi besar dan
menjelma menjadi bola salju liar yang akan terus menggelinding hingga jumlah
siswa yang membolos sekolah akan terus meningkat.
Perilaku
membolos sebenarnya bukan merupakan hal yang baru lagi bagi banyak pelajar.
Setidaknya bagi mereka yang pernah mengenyam pendidikan. Hal ini disebabkan
kerena perilaku membolos itu sendiri telah ada sejak dulu.
Tindakan
membolos dikedepankan sebagai sebuah jawaban atas kejenuhan yang sering dialami
oleh banyak siswa terhadap kurikulum sekolah. Buntutnya memang akan menjadi
fenomena yang jelas - jelas akan mencoreng lembaga persekolahan itu sendiri.
Tidak hanya di kota - kota besar saja siswa yang terlihat sering membolos,
bahkan sekolah yang letaknya di daerah - daerah pun prilaku membolos sudah
menjadi kegemaran.
Banyak
siswa yang sering membolos bukan hanya di sekolah - sekolah tertentu saja
tetapi banyak sekolah mengalami hal yang sama. Hal ini disebabkan oleh faktor -
faktor internal dan faktor - faktor eksternal dari anak itu sendiri.
Faktor eksternal yang kadang kala menjadikan alasan membolos adalah mata
pelajaran yang tidak diminati atau tidak disenangi. . Tentu saja sistem
pendidikan yang ketat tanpa diimbangi dengan pola pengajaran yang sifatnya 'menyejukkan'
membuat anak tidak lagi betah di sekolah. Mereka yang tidak tahan itulah yang
kemudian mencari pelarian dengan membolos, walaupun secara tidak langsung hal
seperti ini sebenarnya bukan merupakan suatu jawaban yang baik. Hal ini
dapat dibuktikan bahwa siswa yang suka membolos seringkali menjadi ikut serta
terlibat pada hal - hal yang cenderung merugikan.
Betapa
seriusnya perilaku membolos ini perlu mendapat perhatian penuh dari berbagai
pihak. Bukan saja hanya perhatian yang berasal dari pihak sekolah, melainkan
juga perhatian yang berasal dari orang tua, teman maupun pemerintah. Perilaku
membolos sangat merugikan dan bahkan bisa saja menjadi sumber masalah baru.
Apabila hal ini terus menerus dibiarkan berlalu, maka yang bertanggung jawab
atas semua ini bukan saja dari siswa itu sendiri melainkan dari pihak sekolah
ataupun guru yang menjadi orang tua di sekolah juga akan ikut menangungnya.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang di atas, rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini ialah
:
1. Apa
pengertian dari membolos ?
2. Apa
saja faktor - faktor yang menjadi penyebab siswa membolos ?
3. Apakah
akibat yang akan ditimbulkan oleh siswa yang suka membolos ?
4. Bagaimana
mengatasi siswa yang suka membolos ?
1.3
Tujuan Penulisan
Berdasarkan
permasalahan di atas, maka tujuan penulisan dari makalah ini adalah:
1 . Untuk menjelaskan pengertian
dari membolos.
2. Untuk
mengetahui apa saja faktor - faktor yang menjadi penyebab siswa
membolos.
3. Untuk mengetahui dampak atau akibat yang akan
ditimbulkan pada siswa yang suka membolos.
4. Untuk menyelesaikan tugas mata
pelajaran Bahasa indonesia
.
I.4
Manfaat Penulisan
a.
Bagi Penulis
Manfaat yang bisa diambil bagi penulis setelah menyelesaikan pembuatan makalah
ini, penulis dapat mengetahui apa sajah faktor – faktor penyebab teman- teman
sesama siswa membolos.
b.
Bagi Pembaca
Bagi pembaca, makalah ini juga dapat dimanfaatkan sebagai penambah ilmu
pengetahuan mengenai bagaimana mengatasi rasa keinginan untuk membolos
pada jam pelajaran sekolah.
BAB II
PEMBAHASAN
Kehadiran yang tidak teratur merupakan problem besar di sekolah - sekolah saat ini. Ketidak hadiran yang dimaksud di sini adalah ketidak hadiran yang disebabkan karena alasan yang tidak jelas, bukan karena alasan sakit atau lainnya. Jika ketidak hadiran siswa dikarenakan sakit atau ada kepentingan, dalam artian masih bisa memberikan alasan yang jelas, hal itu masih bisa diterima. Tetapi jika alasannya tidak jelas mengapa ia tidak hadir atau tidak masuk sekolah, hal ini perlu penanganan serius. Sebab, cepat atau lambat masalah ini akan berdampak buruk baik untuk siswa itu sendiri maupun terhadap lingkungan sekolahnya.
Pergi ke sekolah bagi siswa merupakan suatu hak sekaligus kewajiban
sebagai sarana mengenyam pendidikan dalam rangka meningkatkan kehidupan yang
lebih baik. Sayang, kenyataannya banyak teman siswa yang enggan
melakukannya tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan. Banyak yang
akhirnya membolos. Perilaku yang dikenal dengan istilah truancy ini
dilakukan dengan cara, siswa tetap pergi dari rumah pada pagi hari dengan
berseragam, tetapi mereka tidak berada di sekolah. Salah satu penyebabnya
terkait dengan masalah kenakalan siswa secara umum. Perilaku tersebut tergolong
perilaku yang tidak adaptif sehingga harus ditangani secara serius. Penanganan
dapat dilakukan dengan terlebih dahulu mengetahui penyebab munculnya perilaku
membolos tersebut.
Kewajiban sekolah, selain mengajar (dalam arti hanya mengisi otak anak -
anak dengan berbagai ilmu pengetahuan), juga berusaha membentuk pribadi anak
menjadi manusia yang berwatak baik. Mengajar tidak sekedar hanya mentransfer
ilmu pengetahuan, tetapi lebih kepada usaha untuk membentuk pribadi santun dan
mampu berdiri sendiri. Sehingga jika terjadi suatu permasalahan pada siswa,
pendidik ataupun pihak sekolah juga turut memikirkannya serta senantiasa juga
berusaha mencarikan jalan keluar.
Menghentikan sepenuhnya kebiasaan membolos memang tidaklah mudah dan sangatlah
minim kemungkinannya. Tetapi usaha untuk meminimalisisir kebiasaan tidak baik
tersebut tentu ada. Dan salah satu usaha dari pihak sekolah ialah dengan
program Bimbingan Konseling (BK). Kita mungkin pernah melihat atau bahkan
mengalami sendiri bagaimana rasanya dihukum karena membolos. Padahal menghukum
bukanlah satu - satunya jalan untuk membuat siswa jera dalam melakukan
perbuatannya. Bisa jadi hal tersebut malah menjadikan anak lebih bengal dan
lebih susah ditangani. Sebab siswa yang baru menginjak masa remaja merupakan
masa - masa di saat kondisi emosi yang tidak labil, mudah tersinggung dan mudah
sekali marah. Ibaratnya tulang rusuk, jika dipaksakan untuk lurus maka ia akan
patah. Oleh karena itu penanganannya harus hati-hati. Tindakan yang dapat
dilakukan dengan mengetahui faktor - faktor penyebabnya, pembimbing sedikit
tahu bagaimana kondisi permasalahan siswa. Langkah selanjutnya ialah melalui
pendekatan supaya siswa yang membolos mau menerima arahan dari guru. Adapun
jika siswa masih bersikap tertutup, tidak mau menceritakan permasalahan mengapa
Ia membolos, maka pembimbing menggunakan cara lain yaitu menanyakan pada teman
dekatnya. Begitu semua informasi yang diperlukan telah diperoleh, pembimbing
langsung mengambil tindakan preventif dan pengobatan. Seperti yang telah
dikemukakan di atas, pencegahan tidak harus melalui hukuman. Memberi nasehat
dan arahan yang baik akan lebih mengena dari pada membentak dan memarahinya.
Tidak teraturnya anak masuk sekolah tidak sepenuhnya terletak pada siswa. Ada
banyak sebab yang terletak di luar kekuasaan anak, atau yang kurang dikuasai
anak.
Jadi, kegiatan membolos siswa tidak sepenuhnya kesalahan siswa. Ada faktor dari
luar yang juga turut andil dalam pembolosan tersebut. Oleh karena itu, tugas
program Bimbingan dan Konseling (BK) selain memberi arahan pada siswa juga
mengkondisikan lingkungan sekolahnya sebaik mungkin supaya siswa merasa betah
berada di sekolah. Selain itu, pembimbing juga selalu menjalin komunikasi
dengan keluarga siswa ada kesepakatan dalam usaha mengatasi masalah anak.
Di sekolah sangat mungkin ditemukan siswa yang yang bermasalah, dengan
menunjukkan berbagai gejala penyimpangan perilaku. yang merentang dari kategori
ringan sampai dengan berat. Upaya untuk menangani siswa yang bermasalah,
khususnya yang terkait dengan pelanggaran disiplin sekolah dapat dilakukan
melalui dua pendekatan yaitu:
(1) Pendekatan
disiplin, dan
(2) Pendekatan
bimbingan dan konseling.
Penanganan siswa bernasalah melalui pendekatan disiplin merujuk pada aturan dan
ketentuan (tata tertib) yang berlaku di sekolah beserta sanksinya. Sebagai
salah satu komponen organisasi sekolah, aturan (tata tertib) siswa beserta
sanksinya memang perlu ditegakkan untuk mencegah sekaligus mengatasi terjadinya
berbagai penyimpangan perilaku siswa.Namun demikian, harus diingat sekolah
bukan “lembaga hukum” yang harus mengobral sanksi kepada siswa yang mengalami
gangguan penyimpangan perilaku. Sebagai lembaga pendidikan, justru kepentingan
utamanya adalah bagaimana berusaha menyembuhkan segala penyimpangan perilaku
yang terjadi pada para siswanya.
Oleh karena itu, disinilah pendekatan yang kedua perlu digunakan yaitu
pendekatan melalui Bimbingan dan Konseling. Berbeda dengan pendekatan disiplin
yang memungkinkan pemberian sanksi untuk menghasilkan efek jera, penanganan
siswa bermasalah melalui Bimbingan dan Konseling justru lebih mengutamakan pada
upaya penyembuhan dengan menggunakan berbagai layanan dan teknik yang ada.
Penanganan siswa bermasalah melalui Bimbingan dan Konseling sama sekali tidak
menggunakan bentuk sanksi apa pun, tetapi lebih mengandalkan pada terjadinya
kualitas hubungan interpersonal yang saling percaya di antara konselor dan
siswa yang bermasalah, sehingga setahap demi setahap siswa tersebut dapat
memahami dan menerima diri dan lingkungannya, serta dapat mengarahkan diri guna
tercapainya penyesuaian diri yang lebih baik.
Sebagai ilustrasi, misalkan di suatu sekolah ditemukan kasus seorang siswa yang
sering berkelahi disekolah , sementara tata tertib sekolah secara
tegas Jika hanya mengandalkan pendekatan disiplin, mungkin tindakan yang
akan diambil sekolah adalah berusaha memanggil orang tua/wali siswa yang
bersangkutan. Jika tanpa intervensi Bimbingan dan Konseling, maka sangat
mungkin siswa yang bersangkutan akan meninggalkan sekolah dengan dihinggapi masalah-masalah
baru yang justru dapat semakin memperparah keadaan. Tetapi dengan intervensi
Bimbingan dan Konseling di dalamnya, diharapkan siswa yang bersangkutan bisa
tumbuh perasaan dan pemikiran positif atas masalah yang menimpa dirinya,
misalnya secara sadar menerima dan sadar bahwa berkelahi adalah perbuatan yang
tidak terpuji, keinginan untuk tetap sekolah, serta hal-hal positif lainnya.
Lebih jauh, meski saat ini paradigma pelayanan Bimbingan dan Konseling lebih
mengedepankan pelayanan yang bersifat pencegahan dan pengembangan, pelayanan
Bimbingan dan Konseling terhadap siswa bermasalah tetap masih menjadi
perhatian. Dalam hal ini, perlu diingat bahwa tidak semua masalah siswa harus
ditangani oleh guru Bimbingan dan Konseling (BK/Konselor). Berikut adalah tingkatan
masalah berserta mekanisme dan petugas yang menanganinya,antara lain :
1. Masalah
(kasus) ringan, seperti: membolos, malas, kesulitan belajar pada bidang
tertentu, berkelahi dengan teman sekolah, bertengkar, minum minuman keras tahap
awal, berpacaran, mencuri kelas ringan. Kasus ringan dibimbing oleh wali kelas
dan guru dengan berkonsultasi kepada kepala sekolah (konselor/guru pembimbing)
dan mengadakan kunjungan rumah.
2. Masalah
(kasus) sedang, seperti: gangguan emosional, berpacaran, dengan
perbuatan menyimpang, berkelahi antar sekolah, kesulitan belajar, karena
gangguan di keluarga, minum minuman keras tahap pertengahan, mencuri kelas
sedang, melakukan gangguan sosial dan asusila. Kasus sedang dibimbing oleh guru
BK (konselor), dengan berkonsultasi dengan kepala sekolah, ahli/profesional,
polisi, guru dan sebagainya. Dapat pula mengadakan konferensi
kasus.
3. Masalah
(kasus) berat, seperti: gangguan emosional berat, kecanduan
alkohol dan narkotika, pelaku kriminalitas, siswa hamil, percobaan bunuh diri,
perkelahian dengan senjata tajam atau senjata api. Kasus berat dilakukan
referal (alihtangan kasus) kepada ahli psikologi dan psikiater, dokter, polisi,pol
pp
Dengan melihat penjelasan di atas, tampak jelas bahwa penanganan siswa bermasalah melalui pendekatan Bimbingan dan Konseling tidak semata-mata menjadi tanggung jawab guru Bimbingan dan Konseling (BK/Konselor) di sekolah tetapi dapat melibatkan pula berbagai pihak lain untuk bersama - sama membantu siswa agar memperoleh penyesuaian diri dan perkembangan pribadi secara optimal.
2.1.
Pengertian Membolos
Membolos dapat diartikan sebagai perilaku siswa yang tidak masuk sekolah dengan
alasan yang tidak tepat, atau membolos juga dapat dikatakan sebagai ketidak
hadiran siswa tanpa adanya suatu alasan yang jelas. Membolos merupakan salah
satu bentuk dari kenakalan siswa, yang jika tidak segera diselesaikan atau
dicari solusinnya dapat menimbulkan dampak yang lebih parah. Oleh karena itu
penanganan terhadap siswa yang suka membolos menjadi perhatian yang sangat
serius.
Penanganan tidak saja dilakukan oleh sekolah, tetapi pihak keluarga juga perlu
dilibatkan. Malah terkadang penyebab utama siswa membolos lebih sering berasal
dari dalam keluarga itu sendiri. Jadi komunikasi antara pihak sekolah dengan
pihak keluarga menjadi sangat penting dalam pemecahan masalah siswa tersebut.
2.2.
Faktor - Faktor Penyebab Siswa Membolos
Penyebab
siswa membolos dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Beberapa faktor - faktor
penyebab siswa membolos dapat dikelompokkan menjadi dua faktor, yakni faktor
internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari
dalam diri siswa bisa berupa karakter siswa yang memang suka membolos, sekolah
hanya dijadikan tempat mangkal dari rutinitas - rutinitas yang membosankan di
rumah.
Sementara
itu, faktor eksternal adalah faktor yang dipengaruhi dari luar siswa, misalnya
kebijakan sekolah yg tidak berdamai dengan kepentingan siswa, guru yang tidak profesional,
fasilitas penunjang sekolah misal laboratorium dan perpustakaan yang tidak
memadai, bisa juga kurikulum yang kurang bersahabat sehingga mempengaruhi
proses belajar di sekolah.
Selain
faktor internal dan faktor eksternal yang telah dikemukakan di atas, Faktor
pendukung munculnya perilaku membolos sekolah pada remaja juga dapat
dikelompokkan sebagai berikut.
2.2.1 Faktor Keluarga
Mungkin
kita pernah mendengar (atau mungkin sering) ada siswa yang tidak diperbolehkan
masuk sekolah oleh orang tuanya. Untuk suatu alasan tertentu mungkin hal ini
dianggap paling efisien untuk mengatasi krisis atau permasalahan dalam
keluarganya. Misalkan kakaknya sakit, sementara kedua orang tuanya harus pergi
bekerja mencari nafkah. Untuk menemani kakaknya tersebut maka adiknya terpaksa
tidak masuk sekolah. Untuk alasan tersebut bolehlah sang adik tidak masuk
sekolah. Tapi yang menjadi masalah terkadang anak tersebut tidak membuat surat
izin kepada pihak sekolah, sehingga piha sekolah tidak tahu duduk
permasalahannya. Yang mereka tahu si A membolos. Sementara dampaknya bagi anak
tersebut ialah ia harus kehilangan waktu belajarnya. Jika hal ini menjadi
kebiasaan (membolos), lambat laun siswa tersebut tidak peduli lagi dengan
peraturan. Ia akan berbuat seenaknya, terserah mau masuk atau tidak.
·Orang tua yang
tidak peduli terhadap pendidikan.
Selain itu sikap orang tua terhadap sekolah juga memberi pengaruh yang besar
pada anak. Jika orang tua menganggap bahwa sekolah itu tidak penting dan hanya
membuang-buang waktu saja, atau juga jika mereka menanamkan perasaan pada anak
bahwa ia tidak akan berhasil, anak ini akan berkurang semangatnya untuk masuk
sekolah. Biasanya sikap orang tua yang menganggap bahwa pendidikan itu tidak
penting karena mereka sendiri orang yang kurang berpendidikan. Akibatnya
penghargaan terhadap pendidikan hanya dipandang sebelah mata. Bahkan mereka
menuntut agar anak-anaknya untuk bekerja saja mencari uang. Ironisnya mereka
juga menuntut agar anaknya memperoleh hasil yang lebih besar dari kemampuan
anak tersebut. Orang tua seperti ini tidak memiliki pandangan jauh ke depan,
sebagai imbasnya masa depan anaklah yang menjadi korban.
·Membeda - bedakan
anak.
Ada orang tua yang beranggapan bahwa pendidikan bagi anak laki-laki lebih
penting daripada anak perempuan. Anak laki - lakilah yang menjadi tumpuan dan
kebanggaan keluarga, sementara anak perempuan pada akhirnya akan kawin dan
hanya mengurusi masalah dapur, sehingga tidak memerlukan pendidikan yang terlalu
tinggi. Dalam hal ini, anak perempuan didorong untuk tidak masuk sekolah.
Mengurangi uang saku. Meskipun tidak semua anak menginginkan uang saku yang
banyak, namun tidak sedikit pula anak - anak yang merasa kurang percaya diri
jika uang saku mereka sedikit dibanding dengan teman-temannya. Sehingga
akibatnya pada anak tersebut ialah ia menjadi malas untuk masuk sekolah.
Di zaman modern seperti sekarang ini uang selalu dapat berbicara, tak
terkecuali pada bidang pendidikan. Banyak sekolah-sekolah yang mengharuskan
siswa-siswanya untuk membeli LKS, buku wajib, dan segala dan kebutuhan lain
demi kepentingan proses belajar. Untuk barang-barang tersebut kadang orang tua
tidak mau mengeluarkan uang untuk membelinya. Maka siswa yang tidak membeli
akan malu pada siswa lain yang membeli. Dan siswa yang tidak membeli akan malas
untuk berangkat ke sekolah.
2.2.2 Kurangnya Kepercayaan Diri
Sering
rasa kurang percaya diri menjadi penghambat segala aktifitas. Faktor utama
penghalang kesuksesan ialah kurangnya rasa percaya diri. Ia mematikan
kreatifitas siswa. Meskipun begitu banyak ide dan kecerdasan yang dimiliki
siswa, tetapi jika tidak berani atau merasa tidak mampu untuk melakukannya sama
saja percuma. Perasaan diri tidak mampu dan takut akan selalu gagal membuat
siswa tidak percaya diri dengan segala yang dilakukannya. Ia tidak ingin malu,
merasa tidak berharga, serta dicemoohsebagai akibat dari kegagalan tersebut.
Perasaan rendah diri tidak selalu muncul pada setiap mata pelajaran. Terkadang
ia merasa tidak mampu dengan mata pelajaran matematika, tetapi ia mampu pada
mata pelajaran biologi. Pada mata pelajaran yang ia tidak suka, ia cenderung
berusaha untuk menghindarinya, sehingga ia akan pilih-pilih jika akan masuk
sekolah. Sementara itu siswa tidak menyadari bahwa dengan tidak masuk sekolah
justru membuat dirinya ketinggalan materi pelajaran. Melarikan diri dari
masalah malah akan menambah masalah tersebut.
2.2.3.
Perasaan yang Termarginalkan
Perasaan tersisihkan tentu tidak diinginkan semua orang. Tetapi kadang rasa itu
muncul tanpa kita inginkan. Seringkali anak dibuat merasa bahwa ia tidak
diinginkan atau diterima di kelasnya. Perasaan ini bisa berasal dari teman
sekelas atau mungkin gurunya sendiri dengan sindiran atau ucapan. Siswa yang
ditolak oleh teman-teman sekelasnya, akan merasa lebih aman berada di rumah.
Ada siswa yang tidak masuk sekolah karena takut oleh ancaman temannya. Ada juga
yang diacuhkan oleh teman-temannya, ia tidak diajak bermain, atau mengobrol bersama.
Penolakan siswa terhadap siswa lain dapat disebabkan oleh faktor tertentu,
misalnya faktor SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antar golongan).
2.2.4.
Faktor Personal
Faktor personal misalnya terkait dengan menurunnya motivasi atau hilangnya
minat akademik siswa, kondisi ketinggalan pelajaran, atau karena kenakalan
remaja seperti konsumsi alkohol dan minuman keras.
2.2.5
Faktor yang Berasal dari Sekolah
Tanpa
disadari, pihak sekolah bisa jadi menyebabkan perilaku membolos pada remaja, karena
sekolah kurang memiliki kepedulian terhadap apa yang terjadi pada siswa.
Awalnya barangkali siswa membolos karena faktor personal atau permasalahan
dalam keluarganya. Kemudian masalah muncul karena sekolah tidak memberikan
tindakan yang konsisten, kadang menghukum kadang menghiraukannya.
Ketidakkonsistenan ini akan berakibat pada kebingungan siswa dalam berperilaku
sehingga tak jarang mereka mencoba - coba membolos lagi. Jika penyebab
banyaknya perilaku membolos adalah faktor tersebut, maka penanganan dapat
dilakukan dengan melakukan penegakan disiplin sekolah. Peraturan sekolah harus
lebih jelas dengan sangsi - sangsi yang
dipaparkan secara eksplisit, termasuk peraturan mengenai presensi siswa
sehingga perilaku membolos dapat diminimalkan.
Selanjutnya, faktor
lain yang perlu diperhatikan pihak sekolah adalah kegiatan belajar mengajar
yang berlangsung di sekolah. Dalam menghadapi siswa yang sering membolos,
pendekatan individual perlu dilakukan oleh pihak sekolah. Selain terkait dengan
permasalahan pribadi dan keluarga, kepada siswa perlu ditanyakan pandangan
mereka terhadap kegiatan belajar di sekolah, apakah siswa merasa tugas - tugas
yang ada sangat mudah sehingga membosankan dan kurang menantang atau sebaliknya
sangat sulit sehingga membuat frustasi.
Tugas pihak sekolah
dalam membantu menurunkan perilaku membolos adalah mengusahakan kondisi sekolah
hingga nyaman bagi siswa - siswanya. Kondisi ini meliputi proses belajar
mengajar di kelas, proses administratif serta informal di luar kelas.
Dalam
seting sekolah, guru memiliki peran penting pada perilaku siswa, termasuk
perilaku membolos. Jika guru tidak memperhatikan siswanya dengan baik dan hanya
berorientasi pada selesainya penyampaian materi pelajaran di kelas, peluang
perilaku membolos pada siswa semakin besar karena siswa tidak merasakan
menariknya pergi ke sekolah. Salah satu cara yang dapat dilakukan guru untuk
memperhatikan siswa sehingga mereka tertarik datang dan merasakan manfaat
sekolah adalah dengan melakukan pengenalan terhadap apa yang menjadi minat tiap
siswa, apa yang menyulitkan bagi mereka, serta bagaimana perkembangan mereka
selama dalam proses pembelajaran.
Dengan perhatian
seperti itu siswa akan terdorong untuk lebih terbuka terhadap guru sehingga
jika ada permasalahan, guru dapat segera membantu. Dengan suasana seperti itu
siswa akan tertarik pergi ke sekolah dan perilaku membolos yang mengarah pada
kenakalan remaja dapat dikurangi. Tentu saja, pendekatan dari pihak sekolah ini
hanya menjadi salah satu faktor saja. Faktor lainnya seperti faktor personal
dan faktor keluarga juga tak kalah penting dan memberi kontribusi besar dalam
perilaku membolos, sehingga pencarian mengenai penyebab yang pasti dari
perilaku membolos perlu dilakukan terlebih dahulu sebelum kita menetapkan pihak
mana yang layak melakukan intervensi.
Sekolah
merupakan tempat terjadinya proses belajar mengajar. Di sana tempat siswa -
siswa belajar ilmu pengetahuan. Belajar akan lebih berhasil bila bahan yang
dipelajari menarik perhatian anak. Karena itu bahan harus dipilih yang sesuai
dengan minat anak atau yang di dalamnya nampak dengan jelas adanya tujuan yang
sesuai dengan tujuan anak melakukan aktivitas belajar. Jadi, suasana kelas
sangat berpengaruh terhadap motivasi belajar siswa. Selain itu, tujuan pembelajaran
yang jelas juga akan memudahkan siswa dalam pemahamannys. Sehingga siswa tidak
akan bosan dan mudah mengikuti kegiatan pembelajaran.
adi,
dapat dikatakan bahwa faktor sekolah merupakan faktor yang berisiko
meningkatkan munculnya perilaku membolos pada remaja, yaitu antara lain
kebijakan mengenai pembolosan yang tidak konsisten, interaksi yang minim antara
orang tua siswa dengan pihak sekolah, guru-guru yang tidak suportif, atau
tugas-tugas sekolah yang kurang menantang bagi siswa.
2.3
Akibat yang Ditimbulkan oleh Siswa yang Membolos
Anak
yang dapat ke sekolah tapi sering membolos, akan mengalami kegagalan dalam
pelajaran. Meskipun dalam teori guru harus bersedia membantu anak mengejar
pelajaran yang ketinggalan, tetapi dalam prakteknya hal ini sukar dilaksanakan.
Kelas berjalan terus. Bahkan meskipun ia hadir, ia tidak mengerti apa yang
diajarkan oleh guru, karena ia tidak mempelajari dasar - dasar dari mata
pelajaran - mata pelajaran yang diperlukan untuk mengerti apa yang diajarkan.
Selain
mengalami kegagalan belajar, siswa tersebut juga akan mengalami marginalisasi
atau perasaan tersisihkan oleh teman-temannya. Hal ini kadang terjadi manakala
siswa tersebut sudah begitu “parah” keadaannya sehingga anggapan
teman-temannya ia anak nakal dan perlu menjaga jarak dengannya.
Hal
yang tidak mungkin terlewatkan ketika siswa membolos ialah hilangnya rasa
disiplin, ketaatan terhadap peraturan sekolah berkurang. Bila diteruskan, siswa
akan acuh tak acuh pada urusan sekolahnya. Dan yang lebih parah siswa dapat
dikeluarkan dari sekolah. Lalu karena tidak masuk, secara otomatis ia tidak
mengikuti pelajaran yang disampaikan guru. Akhirnya ia harus belajar sendiri
untuk mengejar ketertinggalannya. Masalah akan muncul manakala ia tidak
memahami materi bahasan. Sudah pasti ini juga akan berpengaruh pada nilai
ulangannya.
2.4
Peran dan Fungsi Bimbingan Konseling (BK) dalam Mengatasi Siswa
yang Suka Membolos
Bimbingan Konseling atau sering disebut sebagai BP dahulu
sering kali menjadi momok atau bahkan sesuatu yang dibenci oleh siswa karena
lebih berfungsi sebagai pengadilan siswa dari pada membimbing siswa. Jika ada
siswa yang bermasalah melanggar aturan sekolah maka langsung dipanggil guru BP
untuk dilakukan pembinaan yang cenderung ke arah penghakiman. Paradigma itu
semestinya perlu sedikit diubah yaitu bahwa Bimbingan Konseling tidak hanya
mengurusi anak yang bermasalah melanggar aturan sekolah namun juga harus bisa
berfungsi sebagai teman bagi siswa dan pelajar hingga bisa menjadi tempat
curhat. Bimbingan konseling semestinya bisa memberikan rasa nyaman kepada siswa
dengan dapat memberikan banyak solusi terhadap masalah-masalah yang dihadapi
siswa baik stres masalah pelajaran, keluarga,pertemanan dan lain
sebagainya. Perubahan paradigma ini diharapkan kenakalan maupun
stress dikalangan siswa bisa semakin dieliminir.
Kewajiban sekolah, selain mengajar (dalam arti hanya mengisi otak anak - anak
dengan berbagai ilmu pengetahuan), juga berusaha membentuk pribadi anak menjadi
manusia yang berwatak baik. Mengajar tidak sekedar transfer pengetahuan, tetapi
lebih kepada usaha untuk membentuk pribadi santun dan mampu berdiri sendiri.
Sehingga jika terjadi suatu permasalahan pada siswa, pendidik atau pihak
sekolah juga turut memikirkannya, berusaha mencarikan jalan keluar.
Dalam menghadapi anak tersebut peran BK sangatlah penting. Sebagai sarana untuk
mencari solusi, fungsi BK cukup efisien. Melalui pendekatan personal,
harapannya siswa dapat lebih terbuka dengan pemasalahannya, sehingga pembimbing
dapat memahami dan mendapat gambaran secara jelas apa yang sedang dihadapi
siswa. Menghentikan sepenuhnya kebiasaan membolos memang tidaklah mudah dan
sangatlah minim kemungkinannya. Tetapi usaha untuk meminimalisisir kebiasaan
tidak baik tersebut tentu ada. Dan salah satu usaha dari pihak sekolah ialah
dengan program Bimbingan Konseling (BK). Kita mungkin pernah melihat atau
bahkan mengalami sendiri bagaimana rasanya dihukum karena membolos. Padahal
menghukum bukanlah satu-satunya jalan untuk membuat siswa jera dalam melakukan
perbuatannya. Bisa jadi hal tersebut malah menjadikan anak lebih bengal dan
lebih susah ditangani. Sebab siswa remaja merupakan masa kondisi emosi yang
tidak labil, mudah tersinggung dan mudah sekali marah. Ibaratnya tulang rusuk, jika
dipaksakan untuk lurus maka ia akan patah. Oleh karena itu, penanganannya harus
hati - hati.
2.4.1 Tindakan
yang dapat dilakukan
a. Dengan
Mengetahui Faktor - Faktor Penyebabnya
Dengan
mengetahui faktor - faktor penyebabnya, pembimbing sedikit tahu bagaimana
kondisi permasalahan siswa. Langkah selanjutnya ialah melalui pendekatan supaya
siswa yang membolos mau menerima arahan dari pembimbing. Adapun jika siswa
masih bersikap tertutup, tidak mau menceritakan permasalahan mengapa ia
membolos, maka pembimbing menggunakan cara lain yaitu menanyakan pada teman
dekatnya. Begitu semua informasi yang diperlukan telah diperoleh, pembimbing
langsung mengambil tindakan preventif dan pengobatan. Seperti yang telah
dikemukakan di atas, pencegahan tidak harus melalui hukuman. Memberi nasehat
dan arahan yang baik akan lebih mengena dari pada membentak dan memarahinya.
Tidak teraturnya anak masuk sekolah tidak sepenuhnya terletak pada siswa. Ada
banyak sebab yang terletak di luar kekuasaan anak, atau yang kurang dikuasai
anak. Jadi kegiatan membolos siswa tidak sepenuhnya kesalahan siswa. Ada faktor
dari luar yang juga turut andil dalam pembolosan tersebut. Oleh karena itu,
tugas BK selain memberi arahan pada siswa juga mengkondisikan lingkungan
sekolahnya sebaik mungkin supaya siswa merasa betah berada di sekolah. Selain
itu pembimbing juga selalu menjalin komunikasi dengan keluarga siswa ada
kesepakatan dalam usaha mengatasi masalah anak.
b. Menerapkan
Gerakan Disiplin
Gerakan disiplin ini difokuskan untuk memantau para
pelajar yang membolos atau pergi pada waktu jam-jam sekolah. Biasanya mereka
barada di tempat keramaian atau di tempat hiburan. Pelajar yang membolos selain
merugikan dirinya sendiri juga berpotensi untuk menimbulkan keresahan di
masyarakat karena biasanya pelajar yang suko membolos mempunyai tingkat
kenakalan yang tinggi dan justru sering medekati kriminal seperti pengompasan
pelajar yang lebih kecil atau dibawahnya sampai dengan tawuran dan pesta miras.
Sex bebas di kalangan pelajar juga muncul dari fenomena bolos sekolah dimana
orang tua sering kali tidak di rumah karena harus bekerja dimanfaatkan untuk
berbuat negatif. Fenomena bolos sekolah ini sebenarnya tidak bisa dianggap
remeh karena dari sinilah banyak hal tentang kerusakan moral pelajar dimulai.
Oleh karena itu perlu tindakan tegas dari para aparat Satpol PP untuk sering
melakukan operasi agar menjadi sebuah shock therapy yang mempunyai efek jera
bagi para pembolos dan juga ketegasan dari pihak sekolah untuk mencegah
siswanya bolos sekolah. Kalaupun siswa harus keluar sekolah pada jam sekolah
haruslah seijin sekolah dengan menggunakan surat ijin.
c. Sosialisasi
Kepada Pengelola Hiburan
Pihak Dinas Pendidikan dibantu oleh Kesbanglinmas dan
Satpol PP serta berkoordinasi dengan Kepolisian harus terus mensosialisasikan
kepada para pengelola hiburan seperti Play Station untuk tidak menerima
konsumen Pelajar pada jam sekolah. Kebanyakan pelajar yang bolos sekolah
”bersembunyi” di sana. Setelah sosialisasi dirasa cukup mungkin dengan penempelan
stiker atau poster tentang larangan pelajar bermain di waktu jam sekolah maka
ditingkatkan menjadi taraf pemantauan. Jika dari pihak pengelola masih
membiarkan para pelajar bolos bermain di situ maka dapat diberi peringatan
,jika peringatan tidak diindahkan maka bisa dilakukan penyegelan sementara atau
bahkan penutupan paksa disesuaikan dengan aturan yang berlaku.
Sesungguhnya yang paling dominan dalam
mempengaruhi siswa membolos adalah keberadaan guru. Guru yang ideal harus
berfungsi sebagai,Designer of Instruction. Sebagai Designer, guru harus
mampu membuat pembelajaran menarik dan tidak membosankan, tapi seperti yang
telah kita ketahui banyak guru yang tidak mampu sebagai peracik bahan - bahan
pengajaran yang kemudian dikemas dan di sajikan menarik kepada siswa, sehingga
pada gilirannya siswa merasa jenuh di kelas.
Dan tidak kalah pentingnya guru ideal adalah guru yang mampu menempatkan
dirinya sebagai Evaluator of Instruction, guru diharapkan sebagai penilai hasil
ujian siswa dengan mengedepankan kejujuran, transparansi dalam menilai
siswanya. Tapi banyak sekali guru dengan kesibukannya mencari tambahan ekonomi
keluarga, melakukan penilaian dengan cara “ngaji (mengarang biji)” nilai siswa
dikarang karena tidak punya waktu banyak untuk menilai satu persatu siswanya.
Hal inilah bisa sebagai pemicu siswa membolos.
SOLUSI
1. Guru
melakukan pendekatan persuasif dan edukatif kepada siswa, memposisikan siswa
sebagai teman bicara dan bukan sebagai terdakwa
2.
Guru memberikan teladan yang baik kepada siswa, jangan sampai
siswa terlambat dihukum sedangkan guru yang sering terlambat dibiarkan saja.
3. Guru
selalu berkreasi, berinovasi agar suasana kelas tercipta ceria menyenangkan dan
hidup.
4. Guru
hendaknya merefleksi dan mengevaluasi diri apakah siswa dapat menerima dan
memahami yang telah diajarkan guru.
5. Guru
harus memberikan penilaian kepada siswa dengan adil, transparan, jujur dan
tidak merekayasa.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Ø Bimbingan
merupakan
a) Suatu proses yang berlesinambungan.
b) Suatu proses membantu individ.
c) Bantuan yang diberikan itu dimaksudkan agar individu yang
bersangkutan dapat mengarahkan dan mengembangkan dirinya
secara optimal sesuai dengan kemampuan/potensinya.
d) Kegiatan yang bertujuan
utama memberikan bantuan agar individu
dapat memahami keadaan dirinya dan mampu menyesuaikan dengan
lingkungannya.
Untuk melaksanakan
bimbingan tersebut diperlukan petugas yang telah memiliki keahlian
dan pengalaman khusus dalam bimbingan dan konseling.
Istilah konseling (counseling)
diartikan sebagai penyuluhan. Istilah penyuluhan dalam kegiatan bimbingan
menurut beberapa ahli kurang tepat. Menurut mereka yang lebih tepat adalah
konseling karena kegiatan konseling ini sifatnya lebih khusus, tidak sama
dengan kegiatan - kegiatan penyuluhan lain seperti penyuluhan dalam bidang
pertanian dan penyuluhan dalam keluarga berencana.
Pelayanan konseling
menuntut keahlian khusus, sehingga tidak semua orang yang dapat memberikan
bimbingan mampu memberikan jenis layanan konseling ini.
Ø Membolos
merupakan salah satu kenakalan siswa yang dalam penanganannya perlu perhatian
yang serius. Memang tidak sepenuhnya kegiatan membolos dapat dihilangkan,
tetapi usaha untuk meminimalisir tetap ada.
Ø Faktor
- faktor yang menjadi penyebab siswa membolos terbagi menjadi dua golongan,
yaitu faktor internal dan eksternal. Selain itu, faktor – faktor lain yang
menjadi penyebab siswa membolos lainnya, meliputi : faktor keluarga,
faktor kurangnya kepercayaan diri, perasaan yang termarginalkan, faktor
personal serta faktor yang berasal dari sekolah.
Ø Akibat
yang ditimbulkan oleh siswa yang membolos, akan mengalami kegagalan dalam
pelajaran. Selain mengalami kegagalan belajar, siswa tersebut juga akan
mengalami marginalisasi atau perasaan tersisihkan oleh teman - temannya.
Ø Peran
program Bimbingan dan Konseling (BK) dalam hal mengatasi siswa yang suka
membolos, yakni dengan mengetahui faktor - faktor penyebab siswa membolos,
menerapkan gerakan disiplin serta sosialisasi kepada pengelola hiburan.
Ø Melalui
program BK, pihak sekolah berupaya mencari solusi bagi mereka yang suka
membolos. Karena membolos terkait berbagai faktor, maka dalam penyelesaiannya
tidaklah mudah. Oleh karena itu pihak sekolah juga mengikutsertakan orang tua.
Ø Dengan
adanya kerjasama yang baik antara pihak sekolah (dalam hal ini BK) dan orang
tua siswa, permasalah membolos siswa diharapkan dapat diselesaikan sehingga
tidak menjalar kepada siswa lainnya.
3.2
Saran
Semoga dengan adanya makalah ini, para pembaca bisa lebih mengetahui tentang
cara menanggulangi Perilaku siswa yang suka membolos yang kerap dilakukan para
siswa sekolah.
DAFTAR PUSTAKA
2. Sumber : http://depdiknas.go.id, Editorial Jurnal
Pendidikan dan Kebudayaan Edisi 36. Diunggah tanggal 4 Juni 2012
4.
google
Tidak ada komentar:
Posting Komentar